/* Footer ----------------------------------------------- */ #footer-wrap1 { clear:both; margin:0 0 10px; padding:15px 0 0; } #footer-wrap2 { background:#335577 url("http://www2.blogblog.com/rounders3/corners_cap_top.gif") no-repeat left top; color:#ffffff; } #footer { background:url("http://www.blogblog.com/rounders3/corners_cap_bot.gif") no-repeat left bottom; padding:8px 15px; } #footer hr {display:none;} #footer p {margin:0;} #footer a {color:#ffffff;} #footer .widget-content { margin:0; } /** Page structure tweaks for layout editor wireframe */ body#layout #main-wrap1, body#layout #sidebar-wrap, body#layout #header-wrapper { margin-top: 0; } body#layout #header, body#layout #header-wrapper, body#layout #outer-wrapper { margin-left:0, margin-right: 0; padding: 0; } body#layout #outer-wrapper { width: 730px; } body#layout #footer-wrap1 { padding-top: 0; } -->

Jumat, 03 Oktober 2008

Prudential around the world

About Prudential plc

Prudential plc is a leading international financial services group, providing retail financial services and fund management in its chosen markets: the United Kingdom, the United States, Asia and continental Europe.

Prudential has been writing life insurance in the United Kingdom for over 160 years and has had the largest long-term fund in the United Kingdom for over a century. Today, Prudential has over 21 million customers worldwide and over US$ 530 billion (as of 31 December 2007 - latest published figures) of funds under management.

In the United Kingdom Prudential is a leading life and pensions provider offerring a range of retail financial products. M&G is Prudential's UK and European Fund Manager, with around US$ 330 billion of funds under management. Jackson National Life, acquired by Prudential in 1986, is a leading provider of long-term savings and retirement products to retail and institutional customers throughout the United States.

Prudential is the leading European-based life insurer in Asia with operations in 12 countries. Across the region: China, Hong Kong, India, Indonesia, Japan, Korea, Malaysia, the Philippines, Singapore, Taiwan, Thailand and Vietnam.

Important facts about Prudential plc (as per 31 December 2007):
Prudential plc’s total sales based on Annualized Premium Equivalent (APE) is US$ 5.7 billion
Serves over 21 million customers in around the world
Employs over 26,000 employees
Works with multi-channel distribution system

Prudential Indonesia

Prudential Indonesia Company Profile

Established in 1995, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) is a subsidiary of Prudential plc, a leading international financial services group from the United Kingdom that has more than US$ 510 billion of funds under management, catering to more than 21 million customers worldwide (as at 30 June 2008). Combining Prudential's global experience in life insurance for more than 160 years with knowledge of local customs and businesses, Prudential Indonesia is committed to develop its business in Indonesia.

Since launching our first unit-linked (life insurance combined with investments) product in 1999, Prudential Indonesia has been a market leader of this particular product in Indonesia. Prudential Indonesia also offers a variety of products and services that are designed to fit and accommodate the needs of its customers.

As at 30 June 2008, Prudential Indonesia has 6 sales offices (in Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Denpasar and Semarang) and 146 agency offices (throughout many parts of Indonesia including, Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta, Batam and Bali). Prudential Indonesia has a network of more than 54,000 agents, serving more than 596,000 customers.


Various awards were given to Prudential Indonesia over the years, including in 2007 :
Lifetime Achievement Award for 5-time successive Best Life Insurance Company awards from Investor Magazine
Best Life Insurance Company in the category of assets above Rp 5 trillion from Investor Magazine
Best Life Insurance Company from Bisnis Indonesia daily
An "Excellent" grade and highest-ranked in the life insurance companies with gross premiums of above Rp 1 trillion category from InfoBank Magazine
Best Call Centre in the Life Insurance category from Marketing Magazine
Best Achieving Total Customer Satisfaction from SWA Sembada Magazine

and in 2008, up to August:
Biggest and Most Active Islamic Life Insurance from Karim Consulting
Best Service Quality in the Life Insurance Category from Marketing Magazine
Indonesia’s Most Admired Company (IMAC) from BusinessWeek Magazine
Best Life Insurance Company in the category of assets above Rp 7.5 trillion from Investor Magazine
An "Excellent" grade and highest-ranked in the life insurance companies with gross premiums of above Rp 1 trillion category from InfoBank Magazine

Yan Nurindra: Hipnotisme

Sejarah Hipnotisme

Fenomena hipnotisme sudah ada bersama dengan kebudayaan manusia itu sendiri. Praktek hipnotis dengan berbagai istilah dan sebutan telah ada sejak ribuan tahun silam, tumbuh bersama kebudayaan kuno di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai bentuk ekspresi, pada umumnya berupa ritual penyembuhan dan upacara keagamaan.

Hipnotis moderen yang dikenal pada hari ini, juga merupakan bagian dari perjalanan panjang dalam upaya mengangkat suatu fenomena kuno menjadi suatu ilmu pengetahuan yang hari ini dapat dipelajari dengan cara yang lebih mudah dan ilmiah.

Kalangan hipnotis sepakat bahwa perjalanan hipnotis moderen diawali dari berbagai pengamatan, evaluasi, dan adaptasi yang dilakukan oleh Franz Anton Mesmer, dan berlanjut kepada berbagai eksperimen yang melibatkan puluhan nama ilmuwan, masing-masing memunculkan teori tersendiri. Berikut ini beberapa tonggak waktu dan tokoh-tokoh yang dianggap berperan penting dalam perjalanan hipnotis modern.

Proses Masuknya Informasi Ke Pikiran Bawah Sadar
Dalam kehidupan riel, kita berhubungan dengan dunia luar melalui data yang terdiri dari (1). Visual (pandangan) (2). Audio (suara) (3). Kinestetik (rasa) (4). Gustatori (rasa pengecapan) (5). Olfaktori (bau). Secara sederhana Panca Indera adalah pintu masuk dari data ini memasuki diri kita.

Seluruh data tidak akan langsung masuk ke Pikiran Bawah Sadar, tetapi diproses terlebih dahulu oleh suatu perangkat yang berfungsi sebagai penyaring, yaitu Critical Area. Di beberapa literatur sering juga perangkat ini disebut sebagai RAS (Reticular Activating System). Walaupun sedikit berbeda, akan tetapi secara sederhana dapat dianggap memiliki fungsi yang sama. Berikutnya untuk mempermudah kita namakan saja perangkat ini sebagai Filter Pikiran Bawah Sadar.

Sesuai dengan fungsinya, maka Filter ini akan menyaring data yang masuk dari dunia luar, melalui mekanisme penyaringan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : fokus, minat, nilai etika & moral, dan keaktifan dari Pikiran Sadar.

Pada acara hipnotis panggung (entertainment hypnosis), acapkali mempertunjukkan fenomena yang dianggap tidak masuk akal alias irasional. Sehingga bahkan tidak sedikit pihak yang menduga bahwa acara Stage Hypnosis hanyalah sekedar rekayasa untuk kebutuhan hiburan belaka.

Untuk memahami hal ini, mungkin sebaiknya kita mencoba untuk mencari tahu, apakah mekanisme yang terjadi di balik setiap tindakan manusia ? Hal ini mungkin dapat menjelaskan dengan baik berbagai kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang sebetulnya sangat mirip dengan pertunjukkan hipnotis, yaitu bagaimana seseorang dapat melakukan tindakan yang "tidak masuk akal".

Manusia bertindak dengan dilandasi pikiran, dan salah satu model psikologi menjelaskan bahwa pikiran terdiri dari bagian utama, yaitu : Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran Bawah Sadar (Sub-Conscious Mind).

Pikiran Sadar merupakan bagian dari pikiran kita yang bertugas untuk melakukan analisa dan pertimbangan-pertimbangan rasional, seringkali disetarakan dengan bagian kiri dari otak kita (Left Brain).

Pikiran Bawah Sadar berisikan database yang mencerminkan diri kita, dimana database ini merupakan akumulasi dari berbagai pemahaman, penalaran, pengalaman, bahkan penularan (induksi dari pihak lain) sejak mulai kita lahir sampai dengan hari ini.

Pikiran Bawah Sadar seringkali disetarakan dengan bagian kanan dari otak kita (Right Brain), oleh karena itu Pikiran Bawah Sadar merupakan wilayah yang didominasi oleh rasa dan emosi.
Yang paling menarik, Pikiran Bawah Sadar cenderung bersifat "netral" terhadap data atau informasi yang masuk. Netral artinya tidak mengenal "baik" dan "buruk", "salah" atau "benar". Suatu data yang telah "berhasil" memasuki Pikiran Bawah Sadar dan telah menjadi memori permanen, maka dianggap sebagai "kebenaran", walaupun mungkin sebenarnya data tersebut relatif "salah" berdasarkan kaidah umum.

Contoh klasik, pada saat kita kecil, ketika orang tua kita mengatakan "... awas jangan main jauh-jauh, nanti kamu diculik hantu ....", maka Pikiran Bawah Sadar seorang anak tentu tidak memahami apakah pernyataan tersebut "benar" atau "salah", yang lebih dipahami adalah bahwa kata-kata orang tua pasti "benar" adanya, maka sejak saat itu di Pikiran Bawah Sadar terdapat data, bahwa hantu itu ada !

Yang paling menarik, Pikiran Bawah Sadar cenderung bersifat "netral" terhadap data atau informasi yang masuk. Netral artinya tidak mengenal "baik" dan "buruk", "salah" atau "benar". Suatu data yang telah "berhasil" memasuki Pikiran Bawah Sadar dan telah menjadi memori permanen, maka dianggap sebagai "kebenaran", walaupun mungkin sebenarnya data tersebut relatif "salah" berdasarkan kaidah umum.

Contoh klasik, pada saat kita kecil, ketika orang tua kita mengatakan "... awas jangan main jauh-jauh, nanti kamu diculik hantu ....", maka Pikiran Bawah Sadar seorang anak tentu tidak memahami apakah pernyataan tersebut "benar" atau "salah", yang lebih dipahami adalah bahwa kata-kata orang tua pasti "benar" adanya, maka sejak saat itu di Pikiran Bawah Sadar terdapat data, bahwa hantu itu ada !

Hal lain yang menarik, bahwa ternyata porsi Pikiran Bawah Sadar ternyata sangat dominan dalam menentukan tindakan seseorang, Sebuah buku yang berjudul "Peace of Mind" dari Sandy Mc Gregor menyatakan bahwa kontribusi Pikiran Sadar hanyalah 12%, sedangkan kontribusi Pikiran Bawah Sadar adalah 88%.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa pikiran rasional saja tidaklah "cukup" untuk mewujudkan suatu tindakan ! Karena rasional adalah tugas dari Pikiran Sadar yang hanya berkonstribusi sebanyak 12% terhadap mekanisme suatu tindakan.

Oleh karena itu, walaupun mungkin anda belum pernah melihat hantu, atau secara rasional seharusnya hantu tidak perlu dianggap ada, tetapi saya yakin ketika anda melewati kamar mayat RSCM di tengah malam pasti anda akan takut ! Artinya, rasio anda tidak cukup mampu untuk membuat anda "berani", karena Pikiran Bawah Sadar anda "terlanjur" mempercayai bahwa fenomena hantu adalah benar adanya !

Dengan komposisi kontribusi Pikiran Sadar 12% vs Pikiran Bawah Sadar 88%, maka kita dapat dikatakan nyaris merupakan "mahluk bawah sadar" !

Dari uraian di atas mungkin banyak hal yang sebenarnya tidak kita inginkan, tetapi "terlanjur" masuk ke pikiran bawah sadar karena banyaknya induksi dalam kehidupan ini.

Setiap orang secara alamiah pasti memiliki keinginan untuk selalu bergerak maju, tetapi di sisi lain seringkali yang terjadi justru mereka "berbelok" atau "ditarik" ke arah yang sebaliknya oleh pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar dapat menjadi kekuatan yang mendukung keinginan kita, atau sebaliknya dapat menjadi musuh kita yang paling kuat !

Dari berbagai hal yang telah dipaparkan, mungkin timbul suatu pertanyaan, dapatkah kita "membuang" hal-hal yang tidak memberdayakan yang sudah "terlanjur" berada di pikiran bawah sadar kita ? Dapatkah kita memasukkan hal-hal yang lebih positif ke pikiran bawah sadar sehingga pikiran bawah sadar akan bergerak selaras dengan keinginan kita ?

Jawabannya dapat ! Hipnotis adalah salah satu cara yang efektif untuk pemrograman dan pemrograman ulang pikiran bawah sadar !

Proses Masuknya Informasi Ke Pikiran Bawah Sadar
Dalam kehidupan riel, kita berhubungan dengan dunia luar melalui data yang terdiri dari (1). Visual (pandangan) (2). Audio (suara) (3). Kinestetik (rasa) (4). Gustatori (rasa pengecapan) (5). Olfaktori (bau). Secara sederhana Panca Indera adalah pintu masuk dari data ini memasuki diri kita.

Seluruh data tidak akan langsung masuk ke Pikiran Bawah Sadar, tetapi diproses terlebih dahulu oleh suatu perangkat yang berfungsi sebagai penyaring, yaitu Critical Area. Di beberapa literatur sering juga perangkat ini disebut sebagai RAS (Reticular Activating System). Walaupun sedikit berbeda, akan tetapi secara sederhana dapat dianggap memiliki fungsi yang sama. Berikutnya untuk mempermudah kita namakan saja perangkat ini sebagai Filter Pikiran Bawah Sadar.

Sesuai dengan fungsinya, maka Filter ini akan menyaring data yang masuk dari dunia luar, melalui mekanisme penyaringan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : fokus, minat, nilai etika & moral, dan keaktifan dari Pikiran Sadar.

Arti Dari Kata Hypnosis

Hypnosis memiliki arti yang sangat luas, dan sangat tergantung dari konteks pembicaraan. Hypnosis berasal dari kata "Hypnos" nama dari salah satu Dewa dalam mitologi Yunani kuno, yaitu "Dewa Tidur".

Salah satu dari arti kata Hypnosis, yaitu bahwa Hypnosis adalah salah satu dari keadaan kesadaran manusia, atau "state of consciousness". Secara sederhana, terdapat 3 keadaan kesadaran manusia, yaitu : Normal State, Sleep State, dan Hypnosis State.
Hypnosis State, sering disebut dengan "Hypnos", atau keadaan hipnosa, merupakan keadaan kesadaran dimana manusia relatif lebih mudah menerima informasi atau saran yang berasal dari luar dirinya.

Sugesti

Hipnotis sangat erat kaitannya dengan Sugesti. Sebenarnya apakah yang dimaksudkan dengan Sugesti pada pengetahuan hipnotis ? Apakah sama dengan pengertian dalam kehidupan sehari-hari ?

Dalam pengetahuan hipnotis, Sugesti dapat diartikan secara sederhana sebagai :
"Suatu rangkaian kata-kata, atau kalimat, yang disampaikan dengan cara tertentu, dan dalam situasi tertentu, sehingga dapat memberikan pengaruh bagi mereka yang mendengarnya, sesuai dengan maksud & tujuan sugesti tersebut ! "

Yang dimaksudkan dengan "memberikan pengaruh" adalah bahwa Pikiran Bawah Sadar "menyetujui" Sugesti dimaksud.

Secara umum, seluruh kalimat yang disampaikan oleh Hypnotist (Induction, Deepening, Suggestion, Termination) disebut sebagai Sugesti.

Terdapat 2 macam "gaya" dalam membawakan Sugesti pada saat melakukan hipnotis, yaitu : gaya Authoritarian dan gaya Permissive. Authoritarian lebih sering digunakan oleh para Stage Hypnotist karena bernuansa dramatis dan menimbulkan efek entertainment. Permissive lebih banyak diterapkan pada proses Hypnotherapy, karena relatif dapat diterapkan kepada siapapun juga, termasuk mereka yang memiliki posisi sosial sama atau berada di atas sang Hypnotist atau Hypnotherapist.

Suatu rangkaian kata atau kalimat, agar benar-benar menghasilkan efek sugesti, maka sebaiknya menerapkan beberapa "aturan" sebagai berikut ini :
· Client Language Preference
Pergunakan kata dan kalimat yang dipahami oleh Subyek, dalam hal ini adalah "bahasa ibu" dari Subyek, serta kosa kata & istilah yang dipahami oleh Subyek.

· Pacing - Leading
Secara sederhana dalam kaidah hipnotis, Pacing berarti "fakta" dan Leading berarti "saran". Kalimat-kalimat hipnotis adalah kalimat saran yang diselipkan diantara kalimat fakta.
· Repetition
Lakukan pengulangan-pengulangan di kata dan kalimat penting, karena pengulangan akan lebih efektif dalam "menembus" pikiran bawah sadar.
Selanjutnya cara membawakan sugesti ini juga sangat berpengaruh terhadap efektifitas sugesti, yang dimaksud cara adalah penggunaan intonasi, jeda, dsb.

Secara umum tidak ada kaidah "salah" atau "benar" dalam membawakan suatu sugesti, akan tetapi yang lebih penting adalah sugesti tersebut dapat dibawakan secara alamiah, sesuai dengan gaya dasar dari Hypnotist. Meniru gaya seorang Hypnotist lain tidak dilarang, tetapi tidak disarankan jika ternyata hal ini merubah pola alamiah dari Hypnotist.

Yan Nurindra adalah pengajar hipnotis & hipnoterapi moderen dengan pengetahuan yang luas, termasuk aplikasi-aplikasi hipnotis di bidang psikoterapi, psikiatri, maupun bidang-bidang non-therapeutic.

Sejak tahun 2000 ia telah mengajarkan hipnotis & hipnoterapi secara terbatas, dan pada tahun 2003 ia mulai membuka kelas hipnotis & hipnoterapi untuk konsumsi publik dan massal (public training). Ia merupakan orang pertama di Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan hipnotis & hipnoterapi secara terbuka kepada publik.

Ia mengajarkan hipnotis & hipnoterapi lebih dari 120 sesi per-tahun. Oleh karena itu ia dapat mengajarkan hipnotis dengan cepat dan efektif, cukup melalui pelatihan 8 jam, tetapi dengan pengertian filosofis yang melampaui berbagai kelas sejenis yang diselenggarakan dalam waktu yang jauh lebih panjang.

Yan Nurindra adalah pelopor dari pelatihan hipnotis cepat (8 Jam), yang dulu banyak ditentang oleh kalangan Hypnotist & Hypnotherapist, tetapi saat ini justru format ini mulai banyak diikuti oleh berbagai lembaga dan para pengajar Hipnotis & Hipnoterapi Indonesia maupun para pengajar di beberapa negara Asean lainnya.

Aplikasi Hipnotis

Hipnotis merupakan tools untuk melakukan pemrograman ulang Pikiran Bawah Sadar manusia, sedangkan Pikiran Bawah Sadar memiliki kontribusi sangat besar dalam perilaku dan tindakan seseorang, dan sekaligus merupakan database dari pengalaman dan ingatan manusia. Oleh karena itu Hipnotis dapat diaplikasikan ke berbagai bidang, antara lain :
· Hypnotherapy
Hypnotherapi adalah Hypnosis untuk keperluan therapy atau menghasilkan efek therapeutic. Bidang yang dapat ditangani oleh Hypnotherapy terutama adalah yang terkait dengan soal mental & psikologis, dan juga gangguan Psikosomatis atau penyakit fisik yang berakar dari gangguan psikologis.
· Anodyne Awareness
Merupakan sub-bidang dari Hypnotherapy yang khusus menangani Pain Management System. Secara sederhana Anodyne Awareness dapat dimanfaatkan untuk membantu proses melahirkan secara alami, dan secara ekstrim dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk anastesi (Hypnoanaesthesi).
· Stage Hypnosis
Stage Hypnosis adalah aplikasi hipnotis di dunia hiburan (entertainment). Bidang sudah sangat populer sejak abad ke-18. Secara teknis, Stage Hypnosis menerapkan prinsip hipnotis sederhana, akan tetapi dikemas dalam format hiburan.

· Forensic Hypnosis
Hipnotis yang diaplikasikan di bidang forensik, dan merupakan gabungan dengan pengetahuan hipnotis indirect dan teknik investigasi. Di USA bidang ini sudah diakui, bahkan mereka yang mempelajari ini akan memperoleh brevet sebagai Forensic Hypnotist.


· Metaphysical Hypnosis
Hipnotis yang dimanfaatkan untuk membangkitkan potensi supernormal manusia, sehingga jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan teknik tradisional atau konvensional.

Tahapan Lengkap Proses Hipnotis
Berikut ini adalah tahapan lengkap dari suatu proses hipnotis (Formal Hypnosis)
· Pre-Induction
Tahapan dimana berlangsung proses pengenalan antara Hypnotist dengan Subyek. Pada tahap ini pula dilakukan proses Suggestibility Test dan Hypnotic Training, untuk menentukan metode yang paling sesuai bagi Subyek.
· Induction
Tahapan dimana berlangsung proses formal untuk membawa Subyek ke kondisi Hypnos (Hypnosis State).
· Deepening
Proses untuk membawa Subyek memasuki Hypnosis State lebih dalam.


· Depth Level Test
Proses pengujian atau konfirmasi terhadap kondisi "kedalaman" Subyek.

· Suggestion
Tahapan untuk memasukkan saran-saran yang diperlukan, sesuai dengan tujuan hipnotis.
· Termination
Proses pengakhiran dan membawa Subyek kembali ke Normal State, dilakukan secara progresif (bertahap).

Hypnotic Power

Bagi mereka yang terlatih atau cukup sering melakukan hipnotis mungkin dapat merasakan bahwa kemampuan tersebut semakin tajam, seakan-akan ada faktor "X" yang tidak dapat dijelaskan, tetapi dapat dirasakan, dan faktor "X" ini berkembang sejalan dengan pengalaman melakukan hipnotis.

Ormond Mc Gill yang dikenal sebagai The Dean of American Hypnotists mengemukakan pendapatnya, bahwa terdapat Hypnotic Power yang dibangun atas 2 unsur utama, yaitu : Psychological Power dan Physiological Power .

Psychological Power adalah seni mengolah komunikasi sehingga menjadi sebuah sugesti yang dapat memberikan pengaruh kepada Subyek. Psychological Power inilah yang menjadi dasar utama bagi pengetahuan hipnotis moderen. Saat ini hampir 99% pengajaran hipnotis moderen dilandasi oleh pengetahuan sugesti untuk memicu Psychological Power.

Physiological Power

Physiological Power disebut juga sebagai "Human Energies" dan dianggap sebagai faktor utama hipnotis ketika jaman Franz Anton Mesmer. Di masa lalu banyak yang mempercayai bahwa hipnotis terjadi karena adanya kekuatan "magnetis" dan "thought projection" yang dipancarkan oleh seorang Hypnotist, sehingga melatih kemampuan hipnotis indetik dengan melatih kekuatan-kekuatan ini. Hipnotis tradisional pada prinsipnya adalah metode hipnotis yang lebih menekankan ke aspek Physiological Power.

Saat ini pada pengertian hipnotisme moderen, unsur Physiological Power tidak terlalu ditekankan, karena unsur ini secara otomatis akan "terbangkit" dan "menguat" ketika seorang Hypnotist memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan memiliki Self-Image sebagai Hypnotist yang baik.

Psychological Power

Psychological Power merupakan kekuatan yang berdampak kepada sisi psikologis dari Subyek, dan ini didapatkan melalui pengelolaan yang benar kalimat-kalimat sugesti dan cara membawakannya.

Pelatihan hipnotis moderen lebih menekankan hal ini, yaitu mempelajari struktur sugesti untuk menghasilkan Psychological Power.

Dari pengalaman penulis, maka kedua kekuatan ini harus digabungkan untuk menghasilkan "kekuatan hipnotis" yang efektif. Penguasaan teknik sugesti harus digabungkan dengan rasa percaya diri yang tinggi dan penanaman citra diri (Self Image) sebagai Hypnotist yang handal.
Stage Hypnosis Suatu Teknik Hipnotis Sederhana Bagi Pemula

Di Indonesia publik sangat mengenal pertunjukkan hipnotis panggung, atau dalam pengetahuan hipnotis disebut sebagai Stage Hypnosis atau Entertainment Hypnosis. Melalui Stage Hypnosis, hipnotis dipertunjukkan sebagai suatu "kekuatan" yang luar biasa yang dapat mengontrol seseorang, sehingga dapat melakukan hal-hal yang nyaris "tidak masuk di akal".

Stage Hypnosis telah menjadi cabang entertainment tersendiri, sejajar dengan magic atau sulap. Stage Hypnosis sangat populer sebagai media untuk memperkenalkan hipnotis, tetapi sekaligus berpotensi untuk menimbulkan kesalah-pahaman mengenai wilayah yang dapat dilakukan oleh hipnotis.

Di Indonesia format Stage Hypnosis yang ada masih sangat sederhana, dimana pertunjukkan semacam ini sudah digelar di dunia barat sekitar tahun 40an. Jika anda berkesempatan ke Las Vegas, maka akan dapat ditemui berbagai pertunjukan hipnotis yang sangat memukau dengan berbagai format yang sangat profesional.

Secara teknik, Stage Hypnosis adalah bentuk hipnotis yang paling sederhana, dan nyaris dapat dipelajari oleh siapapun juga secara cepat dan mudah. Bahkan di tangan pembimbing yang tepat, dalam waktu 1-2 jam seseorang sudah dapat melakukan Stage Hypnosis walaupun dalam format yang paling sederhana.

Stage Hypnosis memfokuskan diri pada keterampilan untuk memilih Subyek yang tepat secara cepat dan tentu saja dikemas secara menarik, sehingga tetap bernuansa entertainment.
Berdasarkan statistik dari hasil penelitian beberapa universitas, antara lain Stanford dan Harvard, diketahui bahwa dalam suatu komunitas akan terdapat komposisi tingkat sugestivitas alamiah, atau tingkat penerimaan terhadap sugesti hipnotis sebagai berikut : (angka ini dapat saja sedikit berbeda untuk setiap metode pengujian)
Kelompok
Persen

Arti

Baik
10%
Subyek mudah memasuki keadaan hipnotis.

Moderat
85%
Subyek mudah memasuki keadaan hipnotis, akan tetapi sangat tergantung dengan situasi dan kondisi, dan sangat tergantung dari ketrampilan dari Hypnotist yang membimbing.
Buruk
5%
Subyek sulit memasuki keadaan hipnotis, biasanya terkait dengan kebiasaan berpikir, latar belakang, dan profesi.

Komposisi di atas saat ini memang tidak lagi dianggap valid dan mengikat, karena keterampilan seorang Hypnotist, terutama dalam proses pre-talk sangatlah mempengaruhi komposisi ini.

Dari uraian di atas, maka Keterampilan utama dari seorang Stage Hypnotist adalah dapat melakukan seleksi secara cepat, untuk mendapatkan calon Subyek yang memiliki sugestivitas alamiah dari kategori "baik", sehingga nantinya Subyek ini akan mudah memasuki hipnotis, walaupun dengan teknik induksi yang paling sederhana sekalipun.

Pada pelatihan-pelatihan Professional Stage Hypnotism di luar negeri, yang biasanya diselenggarakan sekitar 4-7 hari, dengan biaya yang cukup mahal (di atas USD 1,500), materi pelatihan biasanya ditekankan lebih ke arah konsep lengkap entertainment dan tentu saja aspek pemasaran bagi sang Hypnotist. Pada umumnya teknik-teknik tambahan yang diberikan, misal : teknik induksi, rutin-rutin show, adalah teknik yang dapat dengan mudah diketemukan di berbagai buku hipnotis maupun ebook yang banyak tersebar di internet.

Stage Hypnotism memiliki rentang luas, mulai dari sekedar pertunjukkan amatir di tingkat keluarga dan kantor, sampai dengan Premiere Show di Trump Tower Las Vegas. Akan tetapi seluruhnya memiliki kesamaan, yaitu pemanfaatan dengan cerdas para Subyek yang memang memiliki tingkat sugestivitas alamiah yang sudah angat baik "dari sananya".
Stage Hypnotism berorientasi kepada hiburan, karena itu sugesti yang diberikan relatif sederhana dan hanya menempel di "kulit" dengan efek yang bersifat temporer. Oleh karena itu Stage Hypnotism sederhana relatif mudah dipelajari dan dipraktekkan bagi para pemula.

Bahkan secara pribadi penulis sangat menyarankan siapapun juga yang berminat untuk mempelajari hipnotis, agar mempraktekkan Stage Hypnosis, walaupun dalam bentuk yang paling sederhana, sampai benar-benar terlatih. Karena Stage Hypnosis relatif "aman", dan dapat dengan cepat memberikan pembelajaran mengenai fenomena pikiran bawah sadar manusia.
Aneka Tips Bagi Para Hypnotherapist

Yan Nurindra
Jika anda ingin menjadi Hypnotherapist yang baik, apalagi jika anda berniat untuk terjun ke bidang Hypnotherapy profesional dengan membuka layanan klinik Hypnotherapy, maka berikut ini beberapa tips yang dapat membantu perjalanan anda :

Past Life Regression
PLR merupakan suatu area yang kontroversial, karena menyangkut kepercayaan dan keyakinan.

Di sisi lain PLR sudah menjadi bidang eksperimental tersendiri di hipnotis, bahkan cukup banyak studi dan tulisan mengenai hal ini.
Ketika kita memutuskan untuk membicarakan Past Life, maka diperlukan sikap "pikiran terbuka" serta sikap apresiatif terhadap fenomena kesemestaan, yang terkadang melampaui agama dan keyakinan.

Berbicara mengenai PLR, berarti kita membicarakan bidang eksperimental yang sangat subyektif, sehingga sangat memungkinkan terjadi silang pendapat antara satu hasil eksperimen dengan hasil eksperimen lainnya.

Penulis terbiasa melakukan PLR, karena PLR merupakan salah satu "product" di sentra pemberdayaan milik penulis. Oleh karena itu dalam tulisan inipun yang akan lebih ditekankan adalah pemahaman penulis berdasarkan pengalaman melakukan PLR tersebut.
Apakah Mesmerisme Benar-Benar Ada ?

Berdasarkan pemahaman dan pengalaman penulis, Mesmerisme bukanlah suatu isapan jempol belaka, walaupun mungkin tidak sepenuhnya benar seperti yang di-klaim oleh para penganut hipnotis aliran mesmer.

Mesmerisme adalah suatu gejala yang baru dapat dirasakan oleh mereka yang benar-benar telah mahir hipnotis dan telah mempraktekkannya kepada banyak Subyek.

Gejala Mesmerisme atau Magnetisme benar-benar ada. Hanya saja mungkin tidak begitu tepat jika Mesmerisme dikategorikan sebagai pengetahuan, karena pengetahuan memiliki sifat dapat dipelajari oleh siapa saja, dan dapat diulang, serta dievaluasi, sedangkan Mesmerisme benar-benar memiliki pola yang "tidak berpola" !

Penulis bukan penganut Mesmerisme, walaupun penulis cukup lama menggeluti hipnotis tradisional yang seringkali bersentuhan dengan Mesmerisme. Akan tetapi sekali lagi, penulis seringkali "merasakan" keberadaan faktor "non sugesti" dalam proses hipnotis.
Dalam kesempatan memberikan pelatihan di berbagai kota di Indonesia, penulis sering mencoba berbagai teknik mesmerisme di lingkungan terbatas, biasanya di kalangan panitia setempat. Sampai dengan hari ini, penulis baru menemukan 4 orang yang benar-benar memiliki "frekwensi pikiran" yang benar-benar "tune-in" dengan penulis, artinya penulis cukup melakukan "Thought Projection" saja, maka orang-orang ini dapat segera tertidur atau memasuki kondisi hipnosa yang sangat dalam (somnabulism). Ke-4 orang ini terdistribusi 1 orang di Jakarta, 1 orang di Surabaya, dan 2 orang di Denpasar.

Mungkin dari cerita di atas, sebagian anda yang mungkin memahami hipnotis atau NLP akan mengatakan bahwa itu hanya sekedar fenomena "anchor" atau "re-hypnotization" ? Bukan sama sekali ! Karena "Thought Projection" ini dapat penulis kirimkan ke orang-orang tersebut dari jarak ratusan kilometer, dan tanpa kesepakatan sebelumnya ! Artinya, ketika penulis mengirimkan sugesti melalui pikiran agar mereka tidur, maka apapun aktivitas mereka, akan segera terhenti, dan mereka langsung memasuki kondisi hipnosa. Bahkan salah satu dari mereka menunjukkan gejala yang sangat ekstrim, yaitu ketika penulis mengirimkan "Thought Projection" kepadanya, dan jika pada saat itu ia sedang berjalan, maka yang terjadi ia akan segera menghentikan langkah, menutup mata dan tertidur, kemudian berjalan mundur sambil tertidur, dan akhirnya terjatuh tetapi tetap dalam kondisi tertidur hipnosa ! Dan sekali lagi, ini dapat dilakukan dari jarak ratusan kilometer !

Wah, sangat berbahaya sekali ya ? Ya benar ! Oleh karena itu penulis kini dapat memahami, mengapa sangat sedikit sekali orang yang saling "tune-in" sehingga Mesmerisme yang sempurna tidak dapat bekerja begitu saja ! Jika "Thought Projection" dapat berlaku dengan mudah, maka tentu akan banyak bahaya yang timbul !

Manusia adalah mahluk holistik yang sangat sempurna. Ilmu pengetahuan moderen sekalipun mustahil dapat "membongkar" seluruh rahasia mengenai manusia. Oleh karena itu, anggap saja gejala mesmerisme adalah bagian dari rahasia "kesempurnaan" manusia.
Ambil manfaatnya, dan buang sampahnya !

Dapat Menarik Kemakmuran Dengan Hypnosis ?
Hampir semua praktisi hypnosis sepakat bahwa teknik hypnosis dapat dimanfaatkan untuk merubah perilaku, meningkatkan motivasi, menyembuhkan gangguan psikosomatis, bahkan meningkatkan kekebalan tubuh (sistem imun). Dimana semua hal ini lebih berorientasi terhadap internal (dalam diri sendiri).

Jika ada suatu pertanyaan, apakah Hypnosis dapat dipergunakan untuk "menarik" kemakmuran atau keberlimpahan ? Penggunaan kata "menarik" dalam hal ini adalah menunjukkan bahwa sesuatu yang kita "tarik" tersebut berasal dari luar diri kita.

Secara praktis, mungkin memotivasi diri, merubah perilaku, bahkan menaikkan kekebalan tubuh, dapat dianggap sesuatu yang relatif "mungkin" dan "mudah", karena nyaris tidak melibatkan pihak lain, benar-benar mengacu kepada diri sendiri !

Kemakmuran dan keberlimpahan diyakini sebagai suatu resultan atau pertemuan yang kompleks dari berbagai aspek kehidupan yang justru memiliki banyak parameter yang berasal dari luar diri kita ! Jadi, dapatkan Hypnosis dipergunakan untuk "menarik" kemakmuran dan keberlimpahan ?

Bagaimanakah penjelasannya ? Bagaimanakah caranya ?
Nah ini yang menarik ! Karena untuk menjelaskan hal ini dengan terpaksa kita harus keluar terlebih dahulu dari "kotak" pengetahuan Hypnosis, kita perlu bantuan dari pemahaman empiris lainnya. Kita perlu melintasi berbagai pengetahuan lain agar dapat memahaminya secara holistik !

Perbandingan UU 1 tahun 1995 dengan UU 40 tahun 2007

Perbedaan UU 1 Tahun 1995 Dengan UU 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Dikirim/ditulis pada 18 September 2007 oleh marina.amalia
ARTIKEL UMUM



Belum lama ini telah disahkan UU Perseroan Terbatas yang baru dengan Nomor 40 Tahun 2007. Terdapat beberapa perbedaan antara UU tersebut dengan UU pendahulunya yang mengatur hal yang sama, UU 1 tahun 1995, perbedaan tersebut diantaranya sebagai berikut:
Dalam UU 1/95, PT dikatakan merupakan badan hukum namun tidak ditegaskan sebagai persekutuan modal. Sedangkan pada UU 40/07 PT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal.
Dalam UU 1/95, definisi RUPS merupakan organ pemegang kekuasaan tertinggi dalam PT, sedangkan dalam UU 40/07 tidak dikatakan secara eksplisit demikian. Dalam UU yang baru, RUPS dikatakan sebagai organ yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris.
UU 1/95 menyatakan "komisaris" sedangkan UU 40/07 menyatakan "dewan komisaris".
Dalam UU 1/95 tidak dimuat definisi mengenai Perseroan Publik, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Pemisahan, Surat Tercatat, Surat Kabar, dan Hari. Sedangkan dalam UU 40/07 kesemua hal tersebut memiliki definisi masing-masing.
Dalam UU 1/95 khususnya pasal yang menyangkut tentang Tempat Kedudukan Perseroan (Pasal 5) tidak memuat aturan secara mendetil sebagaimana diatur oleh UUPT yang baru (40/07).
Dalam UU 1/95, khususnya pasal 8 ayat (2) dimuat mengenai hal-hal yang tidak boleh dimuat dalam akta pendirian. Dalam UU 40/07, hal tersebut--sejauh yang saya baca--tidak lagi diatur.
Mengenai pengesahan PT, maka UU 1/95 menyatakan bahwa pengesahan PT dilakukan dengan permohonan tertulis. Dalam UUPT yang baru, ada perubahan yang cukup signifikan yaitu permohonan pengesahan dilakukan melalui teknologi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), hal ini dimuat dalam Pasal 9 (1) UU 40/07.
Dalam UU 1/95 tidak diatur mengenai Perseroan Publik, begitu pula dengan bagaimana prosedur perubahan anggaran dasar PT Tertutup ke PT Terbuka, serta bagaimana perubahan Anggaran Dasar PT yang dilakukan dalam rangka penggabungan/pengambilalihan. Hal-hal tersebut diatur dalam UU 40/07 yakni dalam Pasal 24, 25, 26.
Dalam UU 1/95 semua saham harus memiliki nilai nominal. Dalam UU 40/07, dimungkinkan adanya saham tanpa nominal namun dengan ketentuan apabila peraturan di bidang pasar modal memang mengaturnya (Pasal 31 ayat (2)).
Mengenai Modal dasar, maka UU 1/95 mensyaratkan modal minimal sebesar 20 juta (Pasal 25), sedangkan dalam UU 40/07 modal minimal adalah 50 juta (Pasal 32).

Untuk sementara ini, hanya hal-hal tersebut di atas yang dapat saya sampaikan. Perbedaan lainnya akan menyusul. Apabila terdapat kekeliruan, mohon maaf dan silahkan dikoreksi.



Terimakasih.

(FHUI'03)
9018 reads
ada tambahan
Pada 27 September 2007 Pengunjung mengirim komentar:

ada tambahan perbedaan:

Perihal larangan kepemilikan silang saham (Pasal 36), di mana hal ini tidak diatur dalam UU No. 1/1995
reply
UU No.40 tahun 2007 ga nyambung
Pada 22 October 2007 Pengunjung mengirim komentar:

Halo jeng Marina,

Hanya menambahkan. Walau dapat diacungi jempol karena menerbitkan isu-isu baru yang melengkapi UUPT 1995, UUPT 2007 ini penyusunannya terkesan buru-buru sehingga saya dan teman-teman diskusi di kantor berpendapat UUPT 2007 tidak nyambung di beberapa bagian.

Sejauh ini kami menemukan dua inkonsistensi pembentuk undang-undang.

1. Pasal 35 (1) hak tagih yang dikompensasikan dengan saham terhutang.

Dijelaskan dalam dalam Pasal 35 (1), hak tagih dapat dikompensasikan menjadi saham terhutang selama disetujui oleh RUPS. Penjelasan Pasal 35 (1) menjelaskan lebih lanjut bahwa persetujuan RUPS diperlukan karena melanggar pre-emptive right.

Penjelasan ini menurut kami sangat aneh dan tidak nyambung karena dua alasan:

a. Pre-emptive right telah dijamin oleh undang-undang (pasal 57 (1)a UUPT 2007), tidak butuh lagi jaminan RUPS. Pada prakteknya pun, pelepasan pre-emptive right hanya dinyatakan dalam akta keputusan RUPS, bukannya disetujui oleh RUPS!

b. Selain itu, pre-emptive right dan kompensasi hak tagih dengan saham terhutang adalah dua hal yang berbeda. Pre-emptive right timbul pada saat adanya saham yang akan dialihkan atau saham yang baru diterbitkan (saham belum diambil bagian oleh (Calon) Pemegang Saham). Sedangkan Kompensasi Hak Tagih dengan Saham Terhutang timbul pada saat Pemegang Saham sudah mengambil bagiannya atas saham tapi belum menyetor (hutang) pada Perusahaan.

2. Pasal 36 (1) dan 36 (2) Cross Holding

Pasal 36 (1) yang membahas larangan cross holding sekilas seakan-akan dikecualikan oleh ayat (2)-nya. Tapi kalau diperhatikan baik-baik, ayat (1) dan (2) merupakan dua hal yang berbeda dan tidak saling berhubungan.

Pasal 36 (1) membahas tentang pengeluaran (penerbitan) saham. Sedangkan Pasal 36 (2) membahas tentang pengalihan saham.



Selain dua inkonsistensi di atas, saya dan teman-teman juga hendak menambahkan satu isu baru yang diajukan oleh UUPT 2007 yaitu Pasal 37 (1) b. Kami menyimpan pertanyaan yang masih belum bisa dijawab mengenai Pasal 37 (1) b UUPT 2007:

1. apa itu Fidusia Saham? apa bedanya dengan Gadai Saham selain dari waktu lahirnya hak jaminan?;

2. apa yang dimaksud dengan "saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau anak perusahaan"?

Saya harap ada komentator lain yang dapat membantu. Jika ada pertanyaan lain seputar UUPT 2007, dengan senang hati dapat didiskusikan.

Abigai (FHUI2k3)
reply
wah waah ini pasti abigail
Pada 24 October 2007 marina.amalia mengirim komentar:

wah waah ini pasti abigail temanku...



thx bgt tambahannya...Sangat berbobot sekali..malah jauh lebih berbobot dari tulisanku.hehehe

Senangnya...

Mudah2an semakin banyak pihak yang bisa mengkritisi permasalahan ini yah...



Marina(Fhui2k3)
reply
Help
Pada 24 October 2007 Pengunjung mengirim komentar:

Bapak bapak

ibu ibu

Tolong saya dibantu

Saya menemukan seorang advocat yang mempunyai kartu dari peradi, tetapi no register kartu anggotanya tidak terdaftar dalam daftar yang dikeluarkan peradi. apa yang harus saya lakukan ???


reply
Laporkan ke Peradi!
Pada 25 October 2007 Pengunjung mengirim komentar:

Laporkan ke Peradi!
reply
Sebagai warga negara yang baik
Pada 25 October 2007 Pengunjung mengirim komentar:

Sebagai warga negara yang baik, bpk laporkan ke Peradi agar diambil tindakan, jangan salah banyak oknum yang ngaku advokat yang kerjanya cuma meres orang atau nipu. Bahkan ada orang yang ngaku advokat bisa lulus Panitia Seleksi LPSK yang sedang ramai dibicarakan, padahal saya tau benar orangnya ngomong aja susah dan ga tau kantornya dimana karena tiap hari ada dirumah dan saya yakin tidak pernah beracara di pengadilan he he ... itulah ptoret atau gambaran masyarakat kita.

Bpk punya tubuh tegap, cepakin sedikit rambutnya dan pake kaos oblong loreng bapak bisa naik anggutan umum tanpa bayar, hal ini lebih pada contoh buruk yang diberikan institusi baik pemerintah maupun swasta yang tidak menertibkan anggotanya. Saya setuju dengan komentar rekan kita di bawah ini laporkan saja ke Peradi Pak, dan mohon pengurus Peradi jangan hanya diam saja bila ada laporan seperti di atas.
reply
Benarkah UU 40/2007 tidak nyambung?
Pada 30 October 2007 marina.amalia mengirim komentar:

Mengenai
pendapat sdr. Abigail yang menyatakan bhw UU 40 tahun 2007 “gak nyambung”, maka akan
lebih baik kita tilik lebih mendalam, sebelum akhirnya berpendapat demikian.
Tentunya kita perlu mendalami latar belakang lahirnya UU tersebut dan
membandingkannya baik dengan peraturan pendahulunya ataupun praktek
sehari-hari, dan hal itu tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Berikut tanggapan saya atas beberapa permasalahan yg diangkat oleh
sdr Abi, namun karena keterbatasan, saya pun tidak menanggapi semua permasalahan.

Pendapat
yang menyatakan adanya inkonsistensi atas Pasal 35 perihal “hak tagih yang dapat dikompensasikan menjadi saham terhutang selama
disetujui oleh RUPS” dengan penjelasannya. Penjelasan pasalnya menyatakan
bahwa persetujuan RUPS diperlukan karena
melanggar pre-emptive right.

Menurut
pandangan saya, antara Pasal 35 dengan penjelasannya tersebut tidaklah dapat dikatakan bertentangan.
Mengapa?

Contoh
kasus, B memiliki hak tagih terhadap PT. A. Kemudian mereka bersepakat untuk
mengkompensasikan hak tagih milik B menjadi saham terhutang di PT. A. Tentunya
dengan memenuhi syarat-syarat perjanjian, sudah dapat dikatakan apa yang
disepakati antara B dengan PT. A adalah sah. Lalu mengapa peran RUPS masih diperlukan? Peran RUPS diperlukan
jika antara PT. A dengan B telah menyepakati pengkompensasian hak tagih menjadi
saham terutang SEMENTARA belum menawarkan kepada para pihak yang seharusnya
didahulukan (dengan kata lain, tanpa lebih dulu melaksanakan pre-emptive right). Disinilah dibutuhkan
peran RUPS yakni justru untuk tetap menjamin pre-emptive right itu sendiri.

Selanjutnya,
sehubungan dengan pernyataan “Pada prakteknya pun, pelepasan pre-emptive right hanya dinyatakan dalam
akta keputusan RUPS, bukannya disetujui RUPS”, maka menurut pendapat saya,
pernyataan tersebut agak keliru, karena bukankah akta keputusan RUPS adalah
pengejawantahan dari persetujuan RUPS? Bukankah dengan dituangkannya pelepasan pre-emptive right ke dalam akta
keputusan RUPS merupakan bukti otentik adanya persetujuan RUPS?

Sekian
pendapat saya, jika ada pendapat lain, dengan senang hati bisa didiskusikan.

Terimakasih.










reply
perbedaan UU PT lama dg baru
Pada 11 April 2008 Pengunjung mengirim komentar:

mohon bantu saya berikan tabel perbedaan UU no 1 th 1995 dgn UU 40 th 2007 ttg PT dalam hal Anggaran Dasar, Direksi, Dewan Komisaris, RUPS, Rencana kerja anggaran perseroan.

atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih





hormat saya,



Aria
reply
Obyek Penyesuaian AD PT dalam UU No 40 Tahun 2007
Pada 2 June 2008 Bang Im mengirim komentar:

Selamat siang....
Tentang penyesuaian AD PT dalam UU No 20 Tahun 2007, mohon dapat dibantu hal-hal apa saja (obyek)yang perlu dilakukan penyesuaian. Beberapa hal yang saya dapatkan utk obyek tersebut adalah;
1. nama dan tempat kedudukan
2. Kewenangan RUPS
3. detail kegiatan usaha perseroan
4. tata cara pengangkatan , penggantian, pemberhentian anggotadireksi dan dewan komisaris.
5. Modal dasar minimal Rp. 50 jt
6. dll......

Barangkali ada hal lain yang perlu disesuaikan sebelum 15 Agustus 2008?
Mohon dapat dibantu.

TQ.
reply
Rekan/ Bang Im silahkan
Pada 2 June 2008 patrick tj (not verified) mengirim komentar:

Rekan/ Bang Im silahkan dipelajari perubahan anggaran dasar PT yang baru di http://groups.yahoo.com/group/Notaris_Indonesia di bagian Files> Badan Hulum&Penanaman Modal terdapat beberapa versi akte anggaran dasar PT menurut UU 40-2007.
Semoga berguna
Jusuf Patrick
http://notarissby.blogspot.com
reply
Terimakasih
Pada 13 June 2008 Bang Im mengirim komentar:

Dear P Jusuf Patrick,

Terimakasih atas saran dan tanggapannya.
Hal tersebut cukup bermanfaat.
Perkenankan saya mohon maaf, yang terlambat menyampaikan tanggapan balik ini.

TQ.
reply
tanya dan tambahan
Pada 16 July 2008 avianti putri (not verified) mengirim komentar:

hooolllaa,,
senang bergabung untuk kepentingan yg kebetulan sama...aha! :)
kebetulan bgt saya lg magang pas liburan ini di suatu perusahaan.
tugas saya sekarang lagi menyesuaikan AD cipanasperusahaan terhadap uu PT baru (40/2007).

ptanyaan saya:

(1) apabila terdapat saham maka harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham kualifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya dalam jangka waktu 30 hari.
namun setelah saya teliti, AD pada suatu perusahaan adalah 14 hari.apakah hal tersebut diperbolehkan?
(2) apa perbedaan antara Pasal 79 ayat (5) dengan Pasal 82 ayat (1) dalam UU PT yang baru?

trimss...yaw...klo bisa tgl 16 yaaaww ksh jwbn...
tks b4
reply
Pre-emptive right dalam AD
Pada 13 August 2008 Clara (not verified) mengirim komentar:

Selamat malam,

Saya ingin bertanya beberapa hal kepada bapak & ibu :
1. Apakah pre-emptive right harus dimasukkan dalam AD? Adakah ketentuan yang mewajibkan adanya pre-emptive right dalam AD (terutama untuk melindungi pemegang saham minoritas)?
2. Dengan tidak dimasukkannya pre-emptive right dalam AD, apakah dengan demikian pre-emptive right tersebut tidak berlaku?
3. Apakah suatu keharusan untuk penyesuaian AD dengan UU No. 40/2007 dimasukkan ke Departemen Hukum dan HAM sebelum tanggal 16 Agustus? Apakah ada sanksi apabila lewat dari tanggal 16 Agustus?

Terima kasih banyak...
Salam,
Clara

UU No. 25 tahun 2007

Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan
Departemen Hukum dan HAM RI


Teks tidak dalam format asli.
Kembali

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIANo. 67, 2007 Ekonomi. KEUANGAN. PMDN.PMA. Penanaman Modal.Kebijakan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG
PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara;
b. bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
c. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;
d. bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Penanaman Modal;

Mengingat: Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), Pasal 20, serta Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
7. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.
8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
9. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.
10. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
11. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
(1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;
e. kebersamaan;
f. efisiensi berkeadilan;
g. berkelanjutan;
h. berwawasan lingkungan;
i. kemandirian; dan
j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(2) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. menciptakan lapangan kerja;
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BAB III
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL

Pasal 4
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b. mempercepat peningkatan penanaman modal.
(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
(3) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.

BAB IV
BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN

Pasal 5
(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
(3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PERLAKUAN TERHADAP PENANAMAN MODAL

Pasal 6
(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.

Pasal 7
(1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.
(2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.
(3) Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase.

Pasal 8
(1) Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Aset yang tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasai oleh negara.
(3) Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap:
a. modal;
b. keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain;
c. dana yang diperlukan untuk:
1. pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi; atau
2. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman modal;
d. tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;
e. dana untuk pembayaran kembali pinjaman;
f. royalti atau biaya yang harus dibayar;
g. pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal;
h. hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;
i. kompensasi atas kerugian;
j. kompensasi atas pengambilalihan;
k. pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan
l. hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Hak untuk melakukan transfer dan repatriasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi:
a. kewenangan Pemerintah untuk memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana;
b. hak Pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan Pemerintah lainnya dari penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pelaksanaan hukum yang melindungi hak kreditor; dan
d. pelaksanaan hukum untuk menghindari kerugian negara.

Pasal 9
(1) Dalam hal adanya tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal:
a. penyidik atau Menteri Keuangan dapat meminta bank atau lembaga lain untuk menunda hak melakukan transfer dan/atau repatriasi; dan
b. pengadilan berwenang menetapkan penundaan hak untuk melakukan transfer dan/atau repatriasi berdasarkan gugatan.
(2) Bank atau lembaga lain melaksanakan penetapan penundaan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hingga selesainya seluruh tanggung jawab penanam modal.

BAB VI
KETENAGAKERJAAN

Pasal 10
(1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.
(2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja.
(2) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai hasil, penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme tripartit.
(3) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai hasil, perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial.

BAB VII
BIDANG USAHA

Pasal 12
(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

BAB VIII
PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH,
DAN KOPERASI

Pasal 13
(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB
PENANAM MODAL

Pasal 14
Setiap penanam modal berhak mendapat:
a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. hak pelayanan; dan
d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
FASILITAS PENANAMAN MODAL

Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal.
(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
a. melakukan peluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:
a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
(5) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
(6) Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 19
Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5) diberikan berdasarkan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 20
Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas.

Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.

Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan
e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

Pasal 23
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dapat diberikan untuk:
a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal;
b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual; dan
c. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.
(2) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.
(4) Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pasal 24
Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dapat diberikan untuk impor:
a. barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perdagangan barang;
b. barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan moral bangsa;
c. barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan
d. barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.

BAB XI
PENGESAHAN DAN PERIZINAN PERUSAHAAN

Pasal 25
(1) Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang ini.
(2) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.

Pasal 26
(1) Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
(2) Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB XII
KOORDINASI DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL

Pasal 27
(1) Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.
(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 28
(1) Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;
b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;
c. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;
d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha;
e. membuat peta penanaman modal Indonesia;
f. mempromosikan penanaman modal;
g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;
i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan
j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.
(2) Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Badan Koordinasi Penanaman Modal bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu, Badan Koordinasi Penanaman Modal harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.

BAB XIII
PENYELENGGARAAN URUSAN
PENANAMAN MODAL

Pasal 30
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
(2) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah.
(3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
(4) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah.
(5) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.
(6) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.
(7) Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah adalah:
a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.
(8) Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota.
(9) Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIV
KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Pasal 31
(1) Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.
(2) Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.
(3) Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.

BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 32
(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

BAB XVI
SANKSI

Pasal 33
(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.

Pasal 34
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35
Perjanjian internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam bidang penanaman modal yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut.

Pasal 36
Rancangan perjanjian internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam bidang penanaman modal yang belum disetujui oleh Pemerintah Indonesia pada saat Undang-Undang ini berlaku wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 37
(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan yang telah diberikan oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanamana Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan tersebut.
(3) Permohonan penanaman modal dan permohonan lainnya yang berkaitan dengan penanaman modal yang telah disampaikan kepada instansi yang berwenang dan pada tanggal disahkannya Undang-Undang ini belum memperoleh persetujuan Pemerintah wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(4) Perusahaan penanaman modal yang telah diberi izin usaha oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dan, apabila izin usaha tetapnya telah berakhir, dapat diperpanjang berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943); dan
b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39
Semua Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan penanaman modal wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.

Pasal 40
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

HAMID AWALUDIN

TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RINo. 4724 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67)


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2007
TENTANG
PENANAMAN MODAL

I. UMUM

Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga Undang-Undang tentang Penanaman Modal mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.
Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman modal langsung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan jaminan perlakuan yang sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu, Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, dan antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah. Koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun Pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, Undang-Undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai usaha di Indonesia diperhatikan oleh Undang-Undang ini sehingga terdapat pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu. Dengan sistem itu, sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat dan di daerah dapat menciptakan penyederhanaan perizinan dan percepatan penyelesaiannya. Selain pelayanan penanaman modal di daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal diberi tugas mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan penanam modal. Badan Koordinasi Penanaman Modal dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jabaran tugas pokok dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal pada dasarnya memperkuat peran badan tersebut guna mengatasi hambatan penanaman modal, meningkatkan kepastian pemberian fasilitas kepada penanam modal, dan memperkuat peran penanam modal. Peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatian kestabilan makroekonomi dan keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini juga memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban fiskal, dan kewajiban sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal. Kemungkinan timbulnya sengketa antara penanam modal dan Pemerintah juga diantisipasi Undang-Undang ini dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa.
Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing perekonomian nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju perekonomian global. Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga terjadi dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati.
Berbagai pertimbangan di atas dan mengingat hukum penanaman modal yang telah berlaku selama kurang lebih 40 (empat puluh) tahun semakin mendesak kebutuhan Undang-Undang tentang Penanaman Modal sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang selama ini merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Yang dimaksud dengan "penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia" adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara" adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "perlakuan yang sama" adalah bahwa Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hak istimewa" adalah antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "harga pasar" adalah harga yang ditentukan menurut cara yang digunakan secara internasional oleh penilai independen yang ditunjuk oleh para pihak.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "arbitrase" adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada kesepakatan tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam hal terjadi kerugian negara, Pemerintah dapat melakukan tindakan hukum, antara lain berupa peringatan, pembekuan, pencabutan izin usaha, tuntutan ganti rugi, dan sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau Internasional Standard for Industrial Classification (ISIC).
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "alat peledak" adalah alat yang digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bidang usaha yang dicadangkan" adalah bidang usaha yang khusus diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kepastian hak" adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang ditentukan.
Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah jaminan Pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal.
Yang dimaksud dengan "kepastian perlindungan" adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan" adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Huruf c
Laporan kegiatan penanam modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan penanaman modal.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "industri pionir" adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Hak Guna Usaha (HGU) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun.
Huruf b
Hak Guna Bangunan (HGB) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun.
Huruf c
Hak Pakai (HP) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "area yang luas" adalah luas tanah yang diperlukan untuk kegiatan penanaman modal dengan mempertimbangkan kepadatan penduduk, bidang usaha, atau jenis usaha yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rekomendasi diberikan setelah penanaman modal memenuhi ketentuan penggunaan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab langsung kepada Presiden adalah bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam melaksanakan tugas, menjalankan fungsi, dan menyampaikan tanggung jawabnya langsung kepada Presiden.

Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam rangka penetapan norma, standar, dan prosedur Badan Koordinasi Penanaman Modal berkoordinasi dengan departemen/instansi terkait.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Tujuan pengaturan ayat ini adalah menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tindak pidana perpajakan" adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.
Yang dimaksud dengan "penggelembungan biaya pemulihan" adalah biaya yang dikeluarkan di muka oleh penanam modal yang jumlahnya tidak wajar dan kemudian diperhitungkan sebagai biaya pengeluaran kegiatan penanaman modal pada saat penentuan bagi hasil dengan Pemerintah Yang dimaksud dengan "temuan oleh pihak pejabat yang berwenang" adalah temuan dengan indikasi unsur pidana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atau pihak lainnya yang memiliki kewenangan untuk memeriksa, yang selanjutnya ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas


LDj © 2004 ditjen pp